Satelit Mengudara, Indonesia Berjaya

Sumber: Kompas
Oleh ALBERTUS KRISNA

 

Sejak satelit Lapan A2 diluncurkan pada 2015, tonggak sejarah Indonesia dalam kemandirian teknologi antariksa dimulai. Ke depan, teknologi satelit semakin berperan penting untuk berbagai bidang, seperti pertanian, perikanan, pertahanan, dan pencarian korban bencana.

Satelit Lapan A2/Orari merupakan salah satu satelit eksperimen berukuran mikro yang sepenuhnya dibuat di Indonesia dengan bantuan konsultan dari Jerman. Satelit berbobot 78 kilogram ini diluncurkan dari Pusat Antariksa Satish Dhawan, Sriharikota, India, pada 28 September 2015. Sistem orbitnya ekuatorial atau sejajar dengan garis khatulistiwa. Sementara ketinggian orbit ada di 650 kilometer dari permukaan Bumi.

Terdapat tiga misi utama yang diemban satelit ini, yaitu pemantauan wilayah Indonesia, pemantauan kapal, dan komunikasi radio. Untuk mengakomodasinya, sejumlah perangkat telah dipasang, seperti kamera digital dan kamera video analog untuk pengamatan muka Bumi melalui pemetaan tutupan lahan.

Automatic Identification System (AIS) untuk memantau lalu lintas kapal, operasi keamanan laut, dan pengamatan sumber daya kelautan dan perikanan. Selain itu ada juga Automatic Packet Relay System (APRS) untuk komunikasi radio amatir ketika bencana.

Hingga sekarang tercatat ada dua satelit buatan dalam negeri yang telah mengorbit. Selain Lapan A2/Orari, ada juga Lapan A3/IPB yang merupakan satelit murni buatan dalam negeri hasil kerja sama antara Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Sama dengan pendulunya, satelit A3/IPB juga diluncurkan di India pada 22 Juni 2016.

Berbobot 115 kg, satelit ini memiliki orbit polar atau melewati kedua kutub Bumi utara dan selatan. Selain memiliki sistem orbit yang berbeda dengan Lapan A2/Orari, satelit ini juga terbang di ketinggian lebih rendah, yaitu 550 kilometer dari Bumi.

Terdapat empat misi yang dibawa Lapan A3/IPB yang sebagian juga dibawa di Lapan A2/Orari. Misi tambahan yang dibawa satelit ini di antaranya pemantauan lahan, khususnya lahan pertanian. Oleh karena  itu, turut dipasang sensor infra merah untuk mempermudah analisis pertumbuhan dan kesehatan vegetasi.

Selain itu ada juga misi scientific untuk pengukuran medan Bumi dan uji eksperimen sensor bintang untuk pengendalian satelit. Kedua misi ini digunakan untuk persiapan peluncuran satelit selanjutnya.

 

Pemanfaatan satelit

Sejumlah permasalahan negara dapat teratasi melalui teknologi satelit. Salah satunya pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal. Salah satu contohnya pemanfaatan AIS Lapan A2/Orari untuk memantau pergerakan Kapal Orient Glory pada 20 April 2016. Kapal kargo berbendera Korea ini terdeteksi berada di Perairan Barat Sulawesi Selatan ketika perjalanan menuju Singapura.

Posisi ini terletak 71.379 mil laut dari Pelabuhan Ujung Pandang. Sebelumnya kecepatan rata-rata kapal itu 12,2 knot, tetapi kemudian menjadi 0,2 knot sejak 19 April 2016. Melalui hasil pengamatan itu, kapal ini diduga melakukan illegal fishing atau transhipment.

Kapal nelayan ilegal memang kerap kali mengambil sumber daya laut di Indonesia. Sejak Oktober 2014 hingga Agustus 2018, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat telah menenggelamkan 488 kapal illegal fishing.

Baca juga: Satelit Nusantara Satu Mulai Beroperasi

Jumlah itu paling banyak berasal dari Vietnam 276 kapal, Filipina 90 kapal, Thailand 50 kapal, Malaysia 41 kapal, dan Indonesia 26 kapal. Selain melalui operasi patroli laut, sejumlah kapal ilegal ini  ditangkap berkat teknologi satelit.

AIS Lapan A2/Orari juga pernah diaplikasikan untuk memantau kasus penyanderaan Kapten Peter dan 10 awak WNI di Kapal Brahma 12 oleh kelompok Abu Sayyaf pada 26 Maret 2016. Kapal ini berlayar dari Sumatera Selatan menuju Manila, Filipina, melalui Laut Jawa dan Selat Makassar.

Melalui AIS diketahui jejak jalur pelayaran kapal Brahma 12 hingga terakhir hilang kontak di koordinat 119° 1′ 16″ T , 4° 1′ 38″ U di sekitar Laut Sulawesi. Informasi ini sangat memudahkan untuk proses penyelamatan seluruh awak kapal yang disandera.

Sebagai negara maritim, potensi serangan bajak laut di Indonesia sangat besar. Berdasarkan laporan ICC Commercial Crime Service pada 2015,  dari total 246 serangan, terbanyak ada di Indonesia sebanyak 108 serangan.

Peringkat kedua terjadi di Vietnam sebanyak 27 serangan, Nigeria 14 serangan, dan Malaysia 13 serangan. Namun, seiring berkembangnya waktu, jumlah serangan perompak di Tanah Air berangsur-angur berkurang. Bahkan pada  2018 turun menjadi hanya 36 serangan.

Ada lagi teknologi APRS di Lapan A2 yang pernah dimanfaatkan ketika terjadi gempa bumi di Donggala, Sulawesi Tengah, pada 28 September 2018. Diketahui pascaterjadi bencana, seluruh saluran komunikasi di sekitar lokasi bencana putus.

Baca juga: Satelit dan Era Revolusi Industri 4.0

Lapan kemudian mengaktifkan APRS sehingga komunikasi melalui radio amatir dapat dilakukan. Komunikasi ini sangat membantu koordinasi antarposko untuk proses evakuasi korban. Bahkan komunikasi melalui APRS ini dapat menjangkau wilayah yang sangat luas, seperti komunikasi dari Donggala dan Palu ke Jakarta.

Diketahui Indonesia merupakan negara yang dilalui cincin api dengan potensi gempa bumi dan letusan gunung berapi yang cukup tinggi. Berdasarkan data Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB), pada 2018 saja tercatat telah terjadi 27 kejadian gempa bumi dengan 572 orang meninggal, 2.001 luka-luka, dan 483.399 mengungsi.

Ada juga 52 kejadian letusan gunung api yang menyebabkan 56 orang luka-luka dan 70.921 mengungsi. Belum lagi 2 kali kejadian gempa dan tsunami yang menyebabkan korban jiwa hingga 3.275,  salah satunya tsunami di Palu, Sulawesi Tengah.

Lapan A3 juga  berhasil diuji coba untuk mengestimasi fase pertumbuhan tanaman padi. Salah satu contohnya penelitian lahan sawah di pantai utara Jawa, Karawang, Jawa Barat, oleh Yudi Setiawan dan kawan-kawan, peneliti IPB dan Lapan selama Juni-September 2017.

Periode waktu itu diambil karena bertepatan dengan musim tanam ke-III. Di dalam uji coba ini terdapat perbandingan karakteristik data Lapan A3/IPB dengan Landsat 8 OLI, satelit observasi Bumi milik NASA yang lebih canggih.

Hasilnya, karakteristik kedua data satelit itu berkorelasi cukup baik untuk analisis vegetasi, khususnya dalam penelitian itu tanaman padi. Analisis yang digunakan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dengan memanfaatkan hanya dua saluran band, yaitu band merah dan infra-merah.

Diketahui Lapan A3/IPB memiliki 4 sensor saluran band, sementara Landsat 8 OLI membawa 11 sensor. Melalui analisis itu, fase pertumbuhan padi dapat diestimasi mulai dari fase penggenangan, fase penanaman, fase vegetatif, fase generatif, fase pemanenan, dan fase bera. Informasi setiap fase ini sangat berguna untuk mengestimasi kapan terjadi penumpukan produksi beras dan sebaliknya.

Hingga saat ini, sejumlah permasalahan pangan masih sering terjadi di Indonesia. Institute For Development of Economics and Finance (Indef) menyebutkan salah satu permasalahan terkait manajemen produksi dan logistik komoditas baik antarwaktu maupun antardaerah.

Contohnya ketika semester I-2018 terdapat surplus beras 5 juta ton, tetapi pada semeter II-2018 defisit beras hingga 2,1 juta ton. Begitu juga tren impor beras yang terus meningkat sejak tahun 2000. Impor beras pada 2018 mencapai 2,27 juta ton. Angka itu merupakan impor tertinggi kedua setelah 2011 sebanyak 2,75 juta ton.

 

SUMBER: KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
Titik layanan Satelit Republik Indonesia (Satria) menjangkau hingga 150.000 titik.

Kiprah internasional

Indonesia kali pertama meluncurkan satelit pada  1976. Satelit itu bernama Palapa A1 dan diluncurkankan di Cape Kennedy, Florida, Amerika Serikat. Kala itu, pengorbitan Palapa A1 merupakan lompatan besar bagi Indonesia karena tercatat sebagai negara ketiga di dunia setelah Rusia dan Amerika yang telah menggunakan Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD).

Satelit buatan Hughes atau kini bernama Boeing Satellite Systems ini didesain untuk memancarkan sinyal komunikasi di seluruh pulau di Indonesia dan sejumlah negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Dengan 12 transponder, satelit ini memilki kapasitas 6.000 sambungan suara dan 12 kanal televisi berwarna atau hitam putih.

Kini tercatat ada delapan satelit aktif yang dimiliki Indonesia, yaitu tiga milik pemerintah dan lima milik swasta. Delapan satelit itu di antaranya Lapan A1/Tubsat, Lapan A2/Orari, dan Lapan A3/IPB,  ketiganya dimiliki dan dioperasikan oleh Lapan. Ketiga satelit ini berfungsi sebagai satelit observasi Bumi. Kemudian BRISat milik Bank BRI dan Palapa D1 milik PT Indosat.

Hingga saat ini, BRISat merupakan satu-satunya satelit yang dimiliki lembaga keuangan di dunia. Selain itu, ada juga satelit milik PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk, yaitu Telkom 2, Telkom 3S, dan Telkom 4 (Merah Putih). Kelimanya berfungsi sebagai satelit komunikasi, baik untuk komunikasi jutaan konsumen bank maupun komunikasi untuk layanan seluler, internet, dan TV digital.

Kini kian banyak negara lain yang  memiliki satelit domestik. Di lingkup ASEAN, jumlah satelit aktif Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Singapura. Menurut data Union Concerned Scientist USA, hingga akhir  2018 Singapura memiliki 10 satelit domestik, sementara Indonesia 8 satelit, serta Malaysia dan Thailand 5 satelit. Di tingkat internasional, negara dengan jumlah satelit terbanyak ada di AS dengan 830 satelit, disusul China 280 satelit, dan Rusia 152 satelit.

 

Satelit amasa depan

Sesuai dengan rencana, dalam waktu dekat Lapan akan segera meluncurkan satelit eksperimen berukuran mikro generasi A selanjutnya, yaitu Satelit Lapan A4 dan Lapan A5. Saat ini, Satelit Lapan A4 telah memasuki tahap finalisasi misi. Ditargetkan satelit ini dapat diluncurkan pada tahun 2020 atau 2021.

Sementara Lapan A5 pada tahun 2022. Satelit Lapan A4 memiliki misi yang serupa dengan satelit sebelumnya, khususnya dalam pemantuan perairan dan pergerakan kapal di perairan Indonesia. Hal yang membedakan salah satunya kualitas kamera yang lebih baik dengan adanya sensor multispektral kelas profesional.

Setelah satelit gerenasi A, Lapan juga berencana meluncurkan satelit generasi B. Satelit generasi ini merupakan satelit operator yang berukuran lebih besar dengan bobot hingga 500 kg. Misi yang dibawa satelit generasi ini adalah misi penginderaan jauh dengan ditunjang teknologi sensor multipektral yang canggih.

Terdapat dua satelit di generasi B, yaitu Satelit Lapan B1 dan B2. Satelit Lapan B1 akan dapat diaplikasikan khususnya untuk program ketahanan pangan nasional. Sementara Satelit Lapan B2 untuk mitigasi bencana dan pascabencana, termasuk di dalamnya aksi pencarian dan penyelamatan (SAR).

Kehadiran satelit murni buatan tangan anak bangsa sangat patut diapresiasi. Sebab, melalui satelit itu sejumlah persoalan bangsa dapat diatasi, mulai dari pencurian ikan, aksi bajak laut, sarana komunikasi dalam kondisi bencana, hingga estimasi produksi tanaman pangan. Kini tiba saatnya menanti peluncuran satelit-satelit kreasi dalam negeri selanjutnya. (LITBANG KOMPAS)